Can We Start All Over Again?

soréi
6 min readJul 19, 2022

--

Tampias dari genting atap lobi membasahi sepatu Converse Run Star Hike Kailani. “Rese banget ih, udah nakut-nakutin, ninggalin pula.” gerutu gadis itu sambil melangkah mundur mengikuti saran Kenan di pesannya tadi.

Gadis itu menoleh ke arah dalam gedung dan benar saja, ia tak melihat satu pun mahasiswa yang berlalu lalang seperti biasanya. Ditambah langit gelap dan gemuruh petir membuat suasananya semakin mencekam. Buru-buru gadis itu memalingkan pandangannya ke arah depan. Dan tiba-tiba wajahnya langsung disapa oleh paras tampan yang sangat familier di matanya. Tubuhnya membeku, matanya masih menatap bola mata kecoklatan yang berbinar di hadapannya.

“Takut ya?” ledek Kenan memecah lamunan Kailani.

Gadis itu menggeser tubuhnya, menjauh dari lelaki itu. “Nggak.”

Lelaki itu berdiri disamping Kailani, mensejajarkan badannya dengan tubuh gadis itu. “Ke atas mau nggak?”

“Ngapain? Paling udah dikunci sama pak Herman.”

“Yaudah, gua aja.” kata Kenan, berjalan memasuki gedung utama SAS meninggalkan gadis itu sendirian di lobi.

Kailani mau tidak mau harus mengikuti lelaki itu, kecuali dia mau sendirian lagi di tengah gelapnya lobi utama dan suara gemuruh petir yang cukup membuatnya merinding.

Kenan membuka gagang pintu menuju rooftop yang ternyata belum dikunci. “Tuh kan belum dikunci.”

Sayang sekali, hujan diluar masih terlalu deras. Lelaki itu langsung menarik lengan Kailani yang entah sejak kapan sudah masuk mendahuluinya. “Jangan, ayo pulang aja. Hujannya masih deres, nanti sakit.”

Bukannya ikut masuk, Kailani malah melepas genggaman tangan Kenan dan berlari kecil ke tepian tembok diujung rooftop yang merupakan tempat favoritnya.

Di bawah rintik hujan yang masih terbilang deras, gadis itu berdiri di sana tanpa memikirkan baju dan tasnya yang sudah basah. Kenan hanya menggeleng, ia benar-benar seperti melihat Nia di tubuh gadis lain.

Kenan berjalan ke arah gadis itu dengan tas ransel yang ia angkat di atas kepalanya menjadi payung kepalanya. “Nanti baju lo basah, dimarahin nyokap lo.”

“Nggaaaak, orang udah berhenti.” jawab Kailani sambil mengangkat telapak tangannya yang mengadah ke langit.

Kenan menghembuskan nafasnya, melempar tas ranselnya asal. Lelaki itu berjalan menerobos rintik hujan hingga langkahnya berhenti tepat di samping tubuh gadis yang sibuk menyandarkan badannya di tepian tembok rooftop sambil menatap kendaraan yang berlalu lalang di sekitaran area UNSTC.

“Kai,”

“Hm?”

“Boleh gua jawab pertanyaan Jendral kemarin?” tanya Kenan yang hanya dijawab dengan anggukkan Kailani tanpa menoleh ke arahnya.

“Ada pepatah bilang if you love someone, let them go. If they come back to you, they were all yours.” ucap Kenan.

Tak ada kalimat lagi yang terdengar dari mulut lelaki itu, hingga akhirnya Kailani menoleh dan mendapati Kenan sedang menatap langit dengan tatapan lembut.

“Continue, please..”

Kenan terkekeh, kemudian menoleh menatap matahari yang tak bisa tertutup oleh awan gelap — Kailani. “Can we start all over again?”

Gadis itu mengernyitkan dahinya, “What do you mean?”

“I love you, Kai. But all this time, I tried to let you go. Kenapa? sesimpel gua tau gua nggak akan bisa jadi laki-laki yang baik, yang bisa lo andelin. Ya, pokoknya like every other normal boyfriend does.”

Kailani tersenyum tipis. “Nan, kadang kita sebagai perempuan nggak selalu butuh laki-laki yang sesempurna itu. Kita cuma butuh orang yang bisa ngerti perasaan kita, ada buat kita di saat kita butuh. Sometimes just a simple hug could heal thousand of wounds.” ucap Kailani sambil memandang lelaki di hadapannya yang entah kenapa terlihat sendu. Tatapan dingin yang sering menatapnya itu tak terlihat ada disana.

Tapi kekurangan gua banyak, Kai.”

“Me too. Everyone has it and that’s normal.”

Kailani Langit Matahari adalah perempuan yang selama hidupnya hanya ia habiskan untuk belajar dan belajar. Dalam 21 tahun hidupnya, Kailani hanya pernah merasakan jatuh cinta sekali, yaitu pada saat ia berada di kelas 2 SMA. Laki-laki yang memberikan trauma pada gadis berumur 18 tahun pada saat itu telah berhasil mencuri masa-masa indah yang kebanyakan dari anak seumurannya rasakan. Cerita ini juga salah satu yang membuat Kailani jarang berinteraksi lebih dari seorang teman dengan laki-laki. Malik adalah salah satu dari empat Kakak laki-lakinya yang selalu menjadi garda terdepan untuknya. Sampai-sampai sekolah, tempat les pun sama. Hubungannya dengan Kenan sekarang menyadarkannya kalau tidak semua lelaki sama seperti ‘dia’. Dan tidak ada yang salah dari sebuah usaha mencoba membuka hati.

Tak berapa lama kemudian rintik kembali berubah menjadi derasnya hujan yang seketika membasahi tubuh kedua insan yang sedang saling menatap. Entah siapa yang memulai.

Kenan selalu berpikir dirinya tak akan pernah bisa menjadi seorang lelaki yang bisa menjaga perempuannya, karena ia telah gagal menjaga perempuan kedua di hidupnya — Kenania. Tapi semenjak gadis itu datang semuanya berubah. Seperti namanya, Kailani Langit Matahari. Gadis itu menyinari hatinya yang gelap, seperti matahari yang menyinari langit di kala mendung.

Lelaki itu menatap gadis yang sedang mengerjapkan matanya berkali-kali karena air yang terus menghujani matanya. Tangannya mendarat di ujung dagu gadis itu, mengangkatnya perlahan agar gadis itu menatapnya. Kenan tertawa melihat wajah Kailani yang menurutnya begitu lucu dan cantik. Ia menangkup wajah kecil itu dan mengusap lembut kedua matanya agar gadis itu bisa membukanya.

“Can we start all over again?” tanya Kenan sekali lagi.

“How?”

Kenan mengulurkan tangannya ke arah gadis itu. Kailani mengangkat alisnya sambil mengambil tangan lelaki itu. “Let’s start from here. Kita kenalan lagi dengan perasaan yang baik.” ucap Kenan.

Tawa gadis itu pecah karena ia tak berpikir yang dimaksud Kenan adalah mengulang adegan perkenalan yang belum sempat mereka lakukan sebelumnya. “Sure.” senyum Kailani mengembang.

“Kenan,”

“Kailani.”

Lelaki itu tersenyum, “Nice to know you, Kailani.”

Okay stop it. Awkward nggak sih?”

Kenan tertawa dan merubah letak tangannya menjadi menggenggam tangan gadis itu.

Entah bagaimana, sepertinya semesta ikut mendukung mereka karena tanpa keduanya sadari hujan sudah benar-benar berhenti dan matahari sore pun sudah mulai terlihat hadir menghangatkan mereka.

“Sekarang perasaan kita udah sama belum?”

“Maksudnya?”

“Can I have you more than just a friend?”

Kailani menatap lelaki yang tersenyum lebar ke arahnya. “Are you confessing, right now?”

“Yeah, kind of?”

Gadis itu malah tertawa membuat lelaki yang sedang menunggu jawabannya kebingungan.

“Kai, I don’t know how to say it in a proper way. So please, you get what I mean kan?”

“Sure, Nan. You can have me more than friends or whatever you call it.” jawab Kailani

Kenan tersenyum lebar mendengar jawaban Kailani. Hingga satu hal lewat diingatannya.

“Oh, satu lagi. Mau kenalan sama kembaran gua — eh aku maksudnya.”

Kailani tertawa kecil, “It’s fine, ngomong kayak biasa aja.”

“Nia, ya?”

“No. I’m sorry.” Lelaki itu menggeleng. “Iya, kamu pasti udah tau dari bunda kan?”

Gadis yang masih tersenyum di bawah sinar matahari sore yang indah itu mengangguk. Benar, pertama kali ia datang ke rumahnya, bunda pernah memperkenalkan Kenania yang saat itu terpotret manis di sebuah foto lama yang di pajang di rumah.

“Sebenernya, hari ini aku mau ajak kamu kenalan sama Nia. Salah satu alasan kenapa aku been act like an asshole to you. Tapi sekarang aku mau keluar dari zona nyaman aku, dan ngenalin kamu ke perempuan yang udah jadi separuh hidup aku.” ucapan lelaki itu tiba-tiba berhenti karena gadis dihadapannya menitihkan air mata.

“E-eh kok nangis, Kai?” ucap Kenan panik.

Gadis itu tersenyum sambil berusaha menyeka air matanya. Tapi jemarinya kalah cepat dengan Kenan. Lelaki itu dengan cepat sudah menghempaskan tiap bulir air mata Kailani.

“Ada yang salah ya sama kalimat aku?” tanya Kenan sambil membungkukkan badannya sedikit, mensejajarkan matanya dengan milik gadis itu.

Kedua mata sejoli itu pun saling beradu tatap. “Kalo ditatap kayak gitu terus, gue tambah kejer, Nan.” Kailani mendorong pelan pundak Kenan agar lelaki itu sedikit menjauh dari wajahnya.

“Gue?” tanya Kenan dengan kerutan di dahinya.

Gadis itu menepuk pelan dahinya, “Ah iya, kamu maksudnya.” Kenan hanya terkekeh sambil mengelus dahi perempuan yang baru saja menjadi kekasihnya.

“Nggak ada yang salah kok. Aku terharu aja kamu mau terbuka sama aku, mau kenalin aku ke orang paling berharga buat kamu.”

Mata berbinar lelaki dengan surai hitam pekat itu tersenyum manis, “I swear she will likes you. Fun fact, kalian sama-sama suka sushi and rooftops.”

“No. You’re lying.” bola mata gadis itu membesar. “Dia juga suka rooftop?

Kenan mengangguk sambil tersenyum lembut. Ia juga baru sadar. Dulu Nia — kembarannya — suka sekali dengan matahari senja, makanya gadis kecil itu selalu suka berada di atas atap rumahnya, bersenandung atau pun berkeluh kesah, yang terkadang sering diganggu oleh Kenan. Kesamaan keduanya, membuat Kenan yakin kalau bukan sebuah kebetulan ia bertemu Kailani, tapi mungkin memang semesta sengaja mempertemukan dengan cara yang berbeda. Karena dia adalah hadiah selamat karena sudah bertahan dan hidup dengan baik.

Senyum gadis itu merekah indah seperti matahari yang mulai terbenam dengan sempurna. Akhirnya, salah satu pertanyaan Kenan dalam hidupnya terjawab. Mungkin, Kailani bukan pengganti Kenania, bahkan jauh dari itu. Keduanya, tidak ada di raga yang sama. Tapi, satu hal yang Kenan syukuri hari ini adalah bisa mengungkapkan perasaannya hingga keakarnya.

--

--

soréi
soréi

Written by soréi

some words created with love.

No responses yet