Everything belongs to God, and to Him we will return.

soréi
6 min readDec 26, 2023

--

Rumah Menteng – Harrisman’s house

Risyad kini sedang bersandar di badan mobilnya menunggu yang sudah ia tunggu-tunggu sejak 3 hari yang lalu. Bahkan ia sengaja tidak menunggu di dalam karena niatnya memang untuk memberikan kejutan kepada perempuan yang hampir selalu menolak tawaran jemputannya.

“Mas, itu supirnya udah manasin mobil. Kita gapapa?” kata Tora ketika pandangannya berhenti pada mobil mercedes benz berwarna hitam yang baru dinyalakan.

“Nadlyne kalau dibilangin mau di jemput pasti langsung ditolak,” jawabannya didukung oleh Nadlyne yang muncul dari pelataran rumahnya dengan mulut terbuka ketika matanya melihat Risyad dan Lexus LM Minivan yang berada di belakangnya.

“What are you doing here? Kok nggak bilang-bilang sih? tanya Nadlyne ketika Risyad mempersilahkannya masuk ke dalam mobilnya.

Nadlyne mengangkat dua paper bag yang berisi, satu kotak panjang berwarna oranye milik Hermes dan satunya lagi adalah kotak berwarna emas dari TWG karena Risyad pernah bilang keluarganya suka sekali minum teh. “I brought this for Mbak Alda and some tea for Amu and Uti,”

“I’m guessing the Hermes one is the Apple Watch straps you guys were talking about on Facetime, right?” Risyad menunjuk kotak panjang berwarna oranye. Nadlyne mengangguk dengan semangat. “Thank you, I’m sure they’ll love it so much.”

Sekitar setengah jam kemudian akhirnya keduanya sampai di kediaman Harrisman yang berada di daerah Menteng. Risyad menggandeng Nadlyne bersamanya memasuki foyer kediaman Harrisman yang sudah dihiasi dengan bunga baby’s breath berwarna putih.

“Uti suka banget bunga, ya?”

Yes. Baby’s breath, karena acaranya untuk menyambut kelahiran Kaia, Kaisar dan pernikahannya Teteh,” Risyad menjelaskan sambil menunjuk ke deretan bunga yang begitu cantik.

Teteh?”

Ada sekitar dua detik sebelum Risyad memahami pertanyaan Nadlyne dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sorry, Teteh maksudnya Mima. We call her Teteh most of the time.”

Tidak berbeda jauh dengan rumah Bandung, rumah Menteng juga mengusung gaya klasik dengan sentuhan kayu pada interiornya yang memberikan kesan hangat dan mewah. Pekarangannya pun begitu luas dengan patung pesawat terbang yang menjadi icon setiap rumah Harrisman. Dari luar pun orang akan bisa langsung tahu bahwa ini adalah rumah pemilik Harrisman Aerospace Group yang menaungi ANDAL dan AKAR— perusahaan pesawat komersial.

Ketika memasuki ruang keluarga mata Nadlyne langsung dimanjakan dengan foto-foto keluarga Harrisman. Mulai dari foto keluarga dengan bingkai raksasa, hingga foto kecil-kecil perkembangan anak dan cucu Harrisman. Nadlyne berhenti pada satu bingkai berukuran sedang yang ia tebak adalah foto Risyad bersama tiga anak lelaki lain.

“You’re born to be a pilot, weren’t you?” netra Nadlyne berhenti pada satu bingkai foto yang menampilkan Risyad, Gian, Nino dan Nando kecil yang berada di sebuah cockpit pesawat.

Risyad tertawa dan ikut memandangi foto kecil yang ia sadari sudah lama sekali ia tidak memperhatikannya.

Kemudian netra Nadlyne bergeser ke bingkai sedang yang berisikan empat bersaudara yang perempuan itu yakin adalah foto Risyad kecil bersama kakak dan kembarannya. Foto itu terlihat formal namun ada beberapa coretan dengan spidol berwarna merah. Matanya tertuju pada satu tulisan yang berada di sebelah gadis berambut panjang dengan warna hitam legam. “Risyad, Mbak Alda juga dipanggil Teteh?”

Pandangan Risyad mengikuti telunjuk Nadlyne kemudian perlahan senyumnya memudar. “Iya, dulu.”

Nadlyne menyadari perubahan tunangannya dan segera mengalihkan dengan pertanyaan lain. “Ternyata kamu sama Gian lebih identik pas kecil ya?”

“I’ve heard that many times.”

“No wonder. Because at first I was also confused guessing which one you are. But I think it’s the hair? Rambut kamu kayaknya selalu lebih panjang dari Gian ya?

Risyad mengangguk setuju dengan Nadlyne. Dirinya juga baru menyadari kalau Gian selalu memiliki rambut yang lebih pendek dan itu karena dulunya Risyad sangat takut dengan alat cukur rambut.

“Soalnya, Risyad kalau diajak potong rambut selalu nangis! Cemen dia, hahaha..” Alda Harrisman muncul dengan Kaia dipelukannya.

“Yee, aib gue malah diumbar.”

Nadlyne tertawa dan segera menghampiri Alda. “Mbak, I’ve got something for youu!”

Tanpa berkata-kata Alda segera memberikan Kaia kepada Risyad dan menarik Nadlyne untuk ikut bersamanya. Bahkan Risyad belum sempat merespon apapun tapi kedua perempuan itu sudah hilang dari jarak pandangnya dan meninggalkannya bersama Kaia didekapannya.

Tidak sulit untuk Nadlyne berbaur dengan keluarga Harrisman. Beberapa dari mereka pun sudah cukup mengenal Nadlyne. Misalnya, Gemima yang pernah mengundang Nadlyne pada acara grand opening cabang ke-2, The Gem, cafe-nya di Plaza Senayan tahun lalu. Atau Selma yang ternyata mengenal Issa karena berkuliah di kampus yang sama, bahkan jurusan yang sama. Atau mbak Raya yang juga pernah bertemu Nadlyne di Jakarta Fashion week 2021. Sedangkan Nando jangan ditanya, keduanya berada di dunia yang sama dan tidak jarang berada di project film yang sama. Mungkin hanya Nino, Marten dan Mischa yang belum pernah berbicara dengan Nadlyne sebelumnya. Sedangkan Gian beberapa kali menyapa Nadlyne pada saat menghadiri acara ibunya.

“Yuk, semuanya kita berdoa dulu, habis itu baru makan-makan,” suara Bindaria Battaglia yang muncul bersama Sangaji Harrisman menandakan sesi berdoa bersama akan segera dimulai.

Risyad sedang menatap Nadlyne dari ruang keluarga yang mengarah langsung ke arah courtyard. Tunangannya sedang asik dengan saudara-saudara perempuannya. Sesekali mata mereka bertemu dan Nadlyne selalu tersenyum manis kepadanya. Ada satu rasa yang selalu muncul terutama ketika mata mereka bertemu atau ketika perempuan itu tersenyum. Rasa syukur yang luar biasa. Ia jadi teringat kalimat kakeknya ketika berdoa tadi.

“…mencintai itu secukupnya saja, tapi dengan hatimu bukan dengan nafsumu. Ingat, semua yang kita punya sekarang adalah milik Tuhan. Semua akan kembali kepada penciptanya, Yang Maha Kuasa.”

“Itu cincin kan masih melingkar di jarinya, Syad.” suara Mischa yang tiba-tiba muncul di sampingnya membuyarkan lamunannya.

Risyad meregangkan badannya yang tidak pegal. Doesn’t mean she’s all mine already.”

“Lo liat jari gue ke arah mana,”

Risyad mengikuti telunjuk Mischa yang mengarah pada perempuan dengan stripped shirtdress Ralph Lauren berwarna biru muda. “Mbak Raya?”

“Sebelum sama gue, Raya punya dunia yang udah dia bangun dari dia kecil. Bahkan dia tumbuh di dunia itu. Dunia yang dia jalanin tanpa orang tuanya. Raya udah hidup sendiri dari umur 12 tahun. Dia pernah bilang gini, waktu ibu sama bapakku meninggal aku kayak lahir kembali, lahir ke dunia yang berbeda. Raya cuma tinggal sama pembantunya di rumah walau sesekali om dan tantenya suka jenguk. Intinya semua hal yang seharusnya dilewati sama orang tua, Raya lewatin itu sendiri karena dia juga anak tunggal. Sampai dia bisa menang Miss Indonesia itu pun karena usahanya sendiri. Jadi dia udah terbiasa sendiri dari umur 12 tahun. Bahkan gue tau cerita ini waktu kita udah mau tunangan karena gue nggak menemukan keluarganya selain om dan tantenya. Dan lo tau, setelah itu tujuan gue nikahin Raya ganti. Gue nggak lagi berpikir mau memiliki Raya, gue mau bisa jagain dan ada sama dia sepanjang hidup dia. Walaupun gue nggak jadi suaminya,” Mischa berhenti sejenak, menelan rasa sedihnya yang sudah sampai tenggorokan.

“Sama satu lagi, lo pasti bisa liat kalau Raya bukan perempuan yang romantis. Awalnya gue pikir, emang ada ya perempuan yang nggak suka hal romantis? Tapi ternyata itu karena dia udah pernah melewati grief yang berat di waktu yang cukup lama, karena terlalu mencintai. Raya nggak mau kalau umurnya nggak panjang, gue akan merasakan hal yang sama, and vice versa,”

“Kayak kata Amu dulu di pemakaman uyut, kan? Jangan sedih berlebihan, Ibuku cuma pulang ke penciptanya.” Risyad teringat dengan kalimat Sangaji Harrisman 5 tahun yang lalu ketika ibunya meninggal dunia.

Mischa mengangguk setuju. “Dari cerita panjang tentang Raya tadi, gue harap lo bisa bijak sama perasaan lo ke Nadlyne. Perempuan bukan barang yang bisa kita milikin. She belongs to our God. Kalau nanti ujungnya lo berakhir hidup sama dia, artinya Tuhan titipin tanggung jawab besar ke lo untuk jagain ciptaannya, apalagi kalau nanti lo punya anak. Inget kata Amu tadi, semua cuma titipan Tuhan. Jangan sampai lo bersaing sama orang lain untuk dapetin dia, nggak make sense dan tujuan mencintai lo akan pudar juga karena buta sama ambisi dan obsesi.

“Gue paham kok, Mas. Lagian dari awal gue suka sama Nadlyne dan tau dia punya pacar, gue sama sekali nggak masalah kalau di hati dia udah penuh sama Harlan. Walaupun akhirnya gue cuma dapet space sedikit banget, nggak masalah karena gue juga tau kalau dipaksa jatuhnya gue udah bukan cinta tapi obsesi. And again, I never saw him as a rival since the beginning. I know my place. Toh, selama ini gue cuma berserah sama rencana Tuhan.”

Mischa masih ingin menanggapi adiknya tapi suara istri dan tangisan anaknya yang saling beradu terdengar semakin jelas.

“Waduh, jagoan Bapak kok nangis?” Mischa mencoba mengambil anaknya yang enggan lepas dari pelukan Nadlyne. “Loh, nggak mau? Emang Kavi lagi digendong siapa sih?”

Auntie Ned!” seru Kavi yang mengundang tawa Mischa dan Risyad.

“Ini auntie-nya kan punya asyad!”

“Bukan punya acad, punya Kavi!”

Menit selanjutnya Kavi berakhir duduk di pangkuan Nadlyne, ikut mengantarnya ke lokasi syuting karena iming-iming apapun yang ditawarkan ibu sampai neneknya tidak ada yang berhasil.

“Masa tadi kata Nino kita kayak simulasi keluarga cemara, Nad,”

“Hahaha iya ya, sekalian aku latihan untuk scene hari ini. Mirip kayak gini juga soalnya, tapi bukan di mobil sih.”

Risyad mengerutkan dahinya berharap apa yang ada dipikirannya sekarang hanya berakhir di pikirannya saja. “Terus dimana?”

“Di kamar.”

--

--

soréi
soréi

Written by soréi

some words created with love.

No responses yet